Merajut Tradisi Mengawal NKRI

Begitulah tema yang sengaja diusung dalam acara ngaji bareng dengan K. H. Ahmad Muwafik (Gus Muwafik) oleh Fakultas Syari’ah bersama Majelis Ulama Indonesia Kota Salatiga, Rabu (07/06) sore. Acara tersebut diselenggarakan di lapangan kampus 2 dan dirangkai dengan memberikan santunan kepada anak yatim.  Tidak kurang dari 1000 pengunjung memadati ngaji bareng tersebut.

Terlihat dalam acara tersebut dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kelembagaan, Wakil rektor Bidang Kemhasiswaan dan Kerja Sama, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Salatiga, para Dekan Fakultas dan jajarannya. Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kelembagaan Dr. Agus Waluyo dalam sambutan mewakil Rektor IAIN Salatiga mengatakan, mengapresiasi atas terlaksanakanny kegiatan ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada MUI yang telah menginiasi serta memberikan dukungan dalam menyelenggarakan acara ini.

Harapnnya dengan hadirnya Gus Muwafik dari Yogyakarta ini, “Kita semakin yakin bahwa kebiasan tradisi kita, maka disitu sesunggnya terdapat tegaknya menjaga NKRI,” pungkasnya.

MUI sebagai lembaga yang mewadahi para ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia menjadi sentral dalam menjaga kerunan umat. Kota Salatiga yang dianggap miniatur bangsa Indonesia, mempunyai peran penting dalam mennggkal isu viral pemecah NKRI.

“Menjaga tradisi sangatlah penting, pentingnya lagi masyarakat dan ulama dapat menyatu dalam menjaga kampung kita yakni NKRI,” ujar Ketua MUI Kota Salatiga Dr. Saefudin Zuhri.  

Viralnya isu perpecahan NKRI dikalangan masyarakat membuat para ulama-ulama kampung (kyai desa) berusaha keras dalam membentengi masyarakat dengan tradisi luhur. Tema merajut tradisi mengawal NKRI dianggap bersinergi dengan kondisi yang terjadi di Indonesia. Dari dulu hingga sekarang, ulama kampung tidak henti-hentinya menjaga tradisi leluhur.

Bangsa Indonesia sejak dahulu terlahir sudah beraneka ragam budaya, bahasa, dan tradisi. Karena itu, apabila ada yang ingin merubah atau mengganti NKRI menjadi negara khilafah maka sudah terlambat. Sejatinya para ulama di Indonesia mulai jaman para wali songo sudah membutikan bagaimana menyebarkan agama Islam dapat diterima masyarakat serta menjaga keutuhan bangsa tanpa harus menyakiti masyarakat dan agama lain pada masa itu.

Gus Muwafik saat memberikan pandangannya tentang tersebut mengatakan, tema yang dipilih hari ini muncul dari ulama tradisional, kekhawatiran para ulama terhadap NKRI. Ketika dikasih pancasila orang tidak mau, karena Rasul tidak pakai pancasila. Ketika dikasih salaman seusai shalat orang tidak mau, katanya jaman Nabi tidak ada. Maka dengan terpaksa kyai (ulama) harus turun tangan untuk lebih membentengi umatnya dalam menghadapi situasi ini.

“Kalau seperti saya (kyai desa) tidak turun tangan, maka setiap tindakan yang tidak sesuai dengan kelompoknya di bid’ah,” tukasnya.

Lebih lanjut, di Indonesia wal jamaahnya yaitu wal jamaah yang sudah ketemu dengan tanah air Indonesia dan ini sudah mapan dibanding dengan di jaman Rasullah. Sedangkan yang terjadi di Indonesia sekarang ini, seperti munculnya aliran baru, faham baru, dan lain sebaginya hanya sebentar kejolaknya atau gaungnya. Mereka tidak tahu bahwa pembahasan khilafah yang digembor-gemborkan sekarang itu sudah terlambat, karena pembahasan khilafah itu berakhir pada masa sahabat Rasullah.

“Dengan demikian dari semua hal-hal yang akan memecah belah NKRI nantinya akan kembali ke khitahnya, maka jangan khawatir dengan hal seperti itu, wong itu hanya menguji kemampuan kita dalam menjaga NKRI,” pungka Gus Muwafik sebelum mengakhiri pandangannya.