Mahfud MD; Indonesia Bukan Negara Agama, Namun Negara Religius

SALATIGA- -Menurut Prof. Dr. Mahfud MD, M.D., S.H., S.U., Indonesia bukan negara agama namun negara religius dimana masing-masing individu memiliki keyakinan sendiri terhadap apa yang dianut. Adanya khilafah sebagai sistem pemerintahan di dalam Al-Quran dan Hadits.

Prof. Mahfud juga mengatakan khilafah banyak namun bukan dari Al-Quran dan Hadits, hal itu adalah ciptaan para ulama berdasar kebutuhan dan waktu masing-masing. “Prinsipnya adalah nilai yang mengajarkan bahwa khilafah itu harus berasas keadilan. Namun jika berbicara mengenai sistemnya seperti apa, tidak ada sistemnya,” terangnya.

Hal itu disampaikan usai menjadi pembicara dalam seminar nasional ‘Tantangan NKRI di Tengah Penetrasi Ideologi Transnasional’ di Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, Kamis (7/12).

Bagi Prof. Mahfud, di Indonesia sendiri juga ada khilafah, karena dalam bahasa Arab khilafah adalah sistem pemerintahan. Jadi menurut Islam tidak ada sistem pemerintahan yang benar. Di negara Islam seperti Arab Saudi, sebenarnya juga banyak korupsi.

Sehingga sekarang banyak pemecatan dikalangan elit. Sedangkan Indonesia dengan sistem pemerintahakan yang berlangsung, dirasa sudah cocok dan sesuai dengan ajaran Islam. Adanya korupsi bukan karena sistemnya, akan tetapi karena orangnya.

“Siapa saja yang bisa menunjukkan kepada saya ada sistem pemerintahan menurut Al-Quran dan Al-Hadits, saya langsung akan ikut berkampanye membuat khilafah di Indonesia. Kalau ada yang bisa menunjukkan ulama sekelas apapun, tetapi kalau khilafah dalam arti umum, ya kaya gitu banyak. Dan itu bukan dari Al-Quran dan Al-Hadits, ciptaan masing-masing orang,” terangnya terkait khilafah di Indonesia.

Sementara Prof. Dr. Muh. Zuhri, M.A. guru besar Fakultas Syariah IAIN Salatiga mengatakan bahwa agama Islam tidak mengatur negara secara utuh. Islam memiliki arti selamat, damai, aman, dan sejahtera. “Rosulullah mengajarkan umatnya untuk hidup rukun baik terhadap sesama muslim maupun non muslim. Jadi kalau Indonesia mau dijadikan murni negara khilafah, ya tidak bisa,” ujarnya.

Sedangkan Prof. K.H. Drs. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D., dalam pemaparan kedua menegaskan, bahwa Indonesia besar dengan rakyat yang miskin, sakit-sakitan selama 350 tahun. Adanya khilafah membuat sistem kenegaraan bisa bangkit dan meraih kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Negara membebaskan rakyatnya untuk menjalankan ajaran agama masing-masing sehingga negara dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya.

“Sesungguhnya negara memberi kebebasan warganya melaksanakan ajaran agamanya, dengan demikian negara yang membawa bangsanya menjadi tertib, teratur, rapi, jauh dari maksiat, tidak korupsi, adalah Islami walaupun tidak berlabel negara. Di Newzeland contohnya disana tidak menggunakan hukum Islam akan tetapi nilai Islamnya sangat nampak,” ujar Prof. Yudian.

Dekan Fakultas Syariah, Siti Zumrotun mengatakan seminar ini dalam rangka prihatin terkait kondisi negara Indonesia. Dimana adanya oknum yang berupaya menggoyangkan ideologi Pancasila yang berencana digantikan dengan ideologi lain.

Rektor IAIN Salatiga Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. dalam sambutan pembukaan menyampaikan Indonesia dalam kegelisahan dan perdebatan ditengah persaingan global. Indonesia dihadapkan oleh masalah penetrasi transnasional. “IAIN sebagai perguruan tinggi memiliki tugas mengawal keberagaman dengan bingkai keindonesiaan. Ada 57 perguruan tinggi di Indonesia, semua mengajarkan melestarikan budaya keagamaan,” ujar Rektor IAIN Salatiga. (zid-humas/Ida-lmp dinamika)