SEMINAR NASIONAL RADIKALISME

Era reformasi, yang ditandai dengan euphoria politik dan terbukanya kran-kran kebebasan berekspresi benar-benar dimanfaatkan oleh berbagai gerakan Islam yang menuntut kembali diberlakukannya syari’at Islam dan atau negara islam. Aktor gerakan yang muncul pada masa ini berbeda dengan aktor gerakan Islam lama, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad, al-Wasliyyah dan lainnya. Gerakan mereka berada di luar kerangka mainstream proses politik, maupun wacana dalam kelompok Islam dominan. Kelompok-kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Front Pembela Islam (FPI), Lasykar Jihad, Tarbiyah, dan Negara Islam Indonesia yang beberapa hari terakhir ini menjadi sorotan publik, merupakan representasi generasi baru (bisa jadi sebenarnya gerakan lama yang tiarap tapi muncul lagi pasca ORBA) gerakan Islam di Indonesia.

Kelompok-kelompok Islam baru ini memiliki basis ideologi, pemikiran dan strategi gerakan yang berbeda dengan kelompok-kelompok Islam lama. Mereka ditengarai berhaluan puritan, memiliki karakter yang lebih militan, skripturalis, konservatif dan eksklusif. Berbagai kelompok Islam tersebut juga memiliki karakteristik radikal baik dalam konsep pemikiran ataupun perilaku keagamaan dengan corak dan ragamnya masing-masing.

Dalam menanggapi fenomena tersebut, STAIN Salatiga menyelenggarakan acara Seminar Radikalisme di Indonesia pada 1 Juni 2011 di Kampus I STAIN Salatiga. Narasumber acara ini adalah Masdar Farid Mashudi (PBNU) dan Dr. Haidar Nasir, M.Si (Muhammadiyah) serta dari Kementerian Agama RI (Dirjen Bimas Kemenag RI).

Acara dihadiri oleh tamu undangan yang berasal dari dosen, ormas, Polisi, TNI, mahasiswa, pengasuh pondok pesantren, dan pengurus masjid di Salatiga. Tujuan acara ini adalah untuk memperoleh kesepakatan tentang radikalisme dan penanggulangannya di Indonesia. (Hh)