Ujian Dahsyat Hanya untuk Orang Hebat

Ahmad Mifdlol Muthohar

Suatu ketika Imam Syafi’i pernah ditanya oleh seseorang, “Mana yang lebih hebat bagi seseorang, antara dikokohkan (dimenangkan) atau diberi ujian.” Lalu Imam Syafi’i menjawab, “Ia tidak dikokohkan sebelum diberi ujian” (لَا يُمَكَّنَ حَتَّى يُبْتَلَى) (Ibnu Al-Qayyim: 283).

Demikianlah sunnatullah terjadi pada orang-orang hebat di sisi Allah subhanahu wata’ala. Mereka tidak diberikan kemenangan sebelum diuji hingga berdarah-darah. Karenanya Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً اْلأَنْبِيَاءُ ثُمَّ اْلأَمْثَلُ فَاْلأَمْثَلُ يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلٰى حَسَبِ دِيْنِهِ فَإِنْ كَانَ دِيْنُهُ صَلَبًا اِشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِيْنِهِ رِقَةٌ اُبْتُلِيَ عَلٰى حَسَبِ دِيْنِهِ (رواه الترمذي وابن ماجه)

“Manusia yang paling dashyat cobaannya adalah para anbiya’ kemudian orang-orang serupa lalu orang-orang yang serupa. Seseorang itu diuji menurut ukuran agamanya. Jika agamanya kuat, maka cobaannya pun dashyat. Dan jika agamanya lemah, maka ia diuji menurut agamanya” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Lihatlah kisah Nabi Nuh alaihissaam yang habis-habisan memakai segala cara, siang dan malam, untuk meyakinkan kaumnya agar bertaubat kepada Allah. Jika hal itu dilakukan selama jangka waktu yang pendek, barangkali banyak orang yang mampu melakukannya. Akan tetapi Nabi Nuh melakukan ini hingga beratus-ratus tahun lamanya. Bahkan beliau diberi usia oleh Allah ta’ala hingga 950 tahun. Demikianlah ujian berdakwah yang dahsyat, untuk orang hebat sehebat Nabi Nuh yang termasuk dalam kategori Rasul-rasul Ulul Azmi.

Kisah tiga orang Nabi dan ash-habul qaryah dalam surat Yasin dalam mendakwahi kaumnya juga menjadi teladan luar biasa. Ada pengorbanan berdarah dari salah seorang kaumnya yang mengikuti ajaran tiga Nabi tadi. Orang tersebut dengan lantang membela tiga Nabi tadi dengan untaian kata yang penuh makna. Hingga berakhir dengan reaksi keras dari kaumnya, yang membawa kepada kematiannya. Dengan demikian sudah cukup bagi Allah untuk memenangkan tiga orang Nabi tersebut. Walaupun kaumnya tidak beriman saat itu, tetapi kisah tersebut menjadi inspirasi bagi setiap perjuangan dakwah, hingga yaumil qiyamah. Kemenangan tidak harus terjadi sesaat setelah perjuangan berdarah. Kemenangan sesungguhnya adalah ketika sebuah peristiwa perjuangan menjadi inspirasi dahsyat bagi orang-orang hebat setelah itu. Ujian hebat hanya untuk orang dahsyat.

Kisah ash-habul ukhdud juga memberikan pelajaran penting tentang makna sebuah pengorbanan berdarah untuk meraih sebuah kemenangan. Seorang anak brilian dan gurunya, seorang pendeta, harus mengorbankan dirin dan mengikhlaskan kematiannya sendiri, untuk sebuah kemenangan hakiki. Kemenangan yang bukan di dunia, tetapi di akhirat kelak. Kemenangan diri dalam beriman yang berakhir pada dibakarnya secara hidup-hidup seluruh kaumnya, sepeninggal mereka berdua. Hanya karena satu hal, “mereka beriman”. Ujian dahsyat hanya untuk orang-orang hebat seperti mereka.

Nabi Yusuf yang diberikan anugerah oleh Allah ta’ala berupa jabatan juga mengalami ujian dahsyat yang beresiko kematian. Di mana pun orang hebat berada, sangat memancing kedengkian orang-orang yang memiliki hati sakit. Itulah yang terjadi pada Yusuf saat saudara-saudara mereka justru malah melakukan konspirasi untuk melakukan pembunuhan terhadap Yusuf. Walaupun konspirasi pembunuhan tersebut kemudian berakhir dengan sebuah kesepakatan di antara mereka sendiri, bahwa Yusuf dibuang saja ke sumur. Dibuang di sumur itu sendiri adalah suatu ujian dahsyat beresiko kematian. Belum lagi ujian dahsyat yang dialami Yusuf saat beliau difitnah oleh majikan perempuannya, yang mengantarkan Yusuf masuk penjara, walaupun ia tidak bersalah. Kemuliaan diri hanya dapat diraih dengan perjuangan tak mengenal lelah. Bertahun-tahun Nabi Yusuf mendekam di penjara. Hingga datangnya mimpi Sang Raja yang hanya dapat ditakwilkan oleh Yusuf. Begitu Raja mengetahui kelebihan Yusuf, maka Yusuf dipanggil dan dinobatkan sebagai salah seorang menteri raja. Jangan pernah kita hanya melihat sisi jabatan tinggi Yusuf saja. Namun juga harus melihat ujian dahsyat dalam masa-masa sejak kecil hingga sesaat sebelum diberi jabatan tersebut.

Jika orang-orang hebat tersebut mendapatkan perlakuan keji secara fisik, jangan dikira bahwa mereka tidak mendapatkan pelemahan-pelemahan mental dan pembunuhan karakter oleh kaumnya. Siapapun yang menelaah sejarah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tentu dapat menyimpulkan bahwa Rasul selalu mendapatkan pelemahan mental dan pembunuhan karakter melalui tuduhan sebagai penyair, tukang sihir dan orang gila. Belum lagi sekian kabilah Arab yang datang untuk berhaji, mereka sebelumnya telah diberi info detail tentang kegilaan Muhammad. Sehingga mereka menyarankan agar menutup telinganya dari kata-kata Muhammad. Namun dakwah ini terus melaju kencang, bergulir atas berkah Allah, hingga masa-masa sulit mampu dilalui umat Islam dengan baik dan mulus. Masa-masa sulit itu hanya dapat dilalui oleh orang-orang hebat yang siap dengan ujian dahsyat.

Namun yang perlu catat di sini adalah bahwa jika ujian fisik dan ujian mental bertemu pada diri seseorang atau jamaah umat Islam, maka proses menuju kemenangan semakin terbuka lebar. Proses menuju kemenangan tersebut menurut Ali Muhammad Shalabi harus melalui beberapa tahap: (1) Era berdakwah; (2) Era memilih SDM-SDM dakwah; (3) Era kontak fisik (mughalabah); dan (4) Era pengokohan kekuasaan di muka bumi (tamkin).

Dan umat Islam saat ini telah melampaui tiga masa itu, berdakwah, memilih SDM umat dan kontak fisik, juga nonfisik. Tersisa satu yang masih belum, yaitu era tamkin, yaitu era kemenangan yang dianugerahkan Allah ta’ala pada kita. Namun satu syaratnya, “bersabar dengan sebenar-benar kesabaran” dalam menghadapi ujian dahsyat dari Allah ta’ala tersebut. Ujian dahsyat yang hanya dapat dilalui oleh orang-orang hebat. Wallahu a’lam bishshawab.

Referensi:

Ibnu al-Qayyim, Al-Fawa-id.

Ali Muhammad Ash-Shalaby, Fiqhu at-Tamkiin fi al-Qur’aan al-Kariim (Al-Manshurah, 2001).