Perpustakaan Bukan Hanya Kata

Wiji Suwarno

Mendengar atau membaca kata perpustakaan sejumlah orang masih mengasumsikan bahwa perpustakaan adalah sekedar tempat buku.  Bahkan tidak sedikit pula yang menilai bahwa perpustakaan itu adalah gudang buku-buku tak terpakai, buku kuno dan lusuh.  Belum lagi kalau melihat perpustakaan-perpustakaan yang nyaris tidak terperhatikan, tidak terkelola dengan baik. Jangankan menarik minat orang untuk mengunjunginya, sejenak menyenpatkan mata untuk melihat saja kadang-kadang hanya karena kebetulan lewat di dekatnya. jadi ya mau tidak mau ya harus melihat.

Perlu suatu perjuangan yang tidak ringan untuk menggeser asumsi ini menjadi lebih baik sebagaimana perkembangan perpustakaan yang sesungguhnya sudah mulai semakin menggeliat. Kini perpustakaan mempunyai landasan untuk berkembang, yakni UU Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan.  UU inilah yang kemudian seolah-olah menjadi alat picu bagi perpustakaan untuk menjaga dan menunjukkan eksistensinya sebagai institusi yang memiliki peranan penting dalam membangun dan mengembangkan peradaban bangsa.

 Apa kata Undang-Undang?

Dewasa ini pengertian perpustakaan sudah lebih berkembang. Anggapan masyarakat bahwa perpustakaan selalu identik dengan buku-buku dan majalah atau media cetak tidak seluruhnya benar sehingga anggapan tersebut perlu diluruskan lagi. Istilah perpustakaan sudah mengalami perluasan makna, bukan lagi sekedar gedung atau bangunan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan menyebutkan bahwa Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka”.  Dan masih menurut undang-undang yang sama, bahwa koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah, dan dilayankan.

Selain itu perpustakaan telah memanfaatkan teknologi informasi seperti CD-ROM, jaringan komputer, dan internet. Khusus internet dapat digunakan untuk penelusuran informasi secara online. Informasi terhubung dengan basis data atau pangkalan data dari jarak jauh sehingga data bisa diakses dari tempat lain dengan jaringan komputer. Banyak sudah perpustakaan di Indonesia yang sudah menyediakan layanan ini.

 Humanisme perpustakaan

Selain layanan dalam arti pemberian fasilitas, terdapat pula layanan istimewa yang bisa diberikan oleh perpustakaan. Misalnya: Pemakai atau istilah Undang-Undangnya adalah pemustaka, tidak perlu lagi segan-segan meminta bantuan atau petunjuk pada pustakawan ketika kesulitan mencari informasi yang diinginkan. Sebab tidak sedikit pustakawan sekarang sudah dibekali dengan kemampuan softskill yang baik.  Pustakawan bukan lagi menjadi makhluk yang menyeramkan yang melayani pemustaka dengan mata yang garang.  Semboyan layanan 5 –S sudah semestinya dilakukan sebagai budaya layanan yang humanis, yaitu senyum, sapa, salam, santun, dan sahaja.  Tidak menutup kemungkinan bila akan diberikan tambahan “S” lain yang lebih membangun citra pustakawan yang lebih baik.

Perpustakaan juga menerapkan Current Awareness Services (CAS) atau kesediaan informasi terbaru dan Selected Destimination Information (SDI) atau kesediaan informasi terpilih dan mutakhir. Pengetahuan atau informasi terbaru dan paling up to date bisa diperoleh dengan layanan tersebut.  Jika sebuah perpustakaan sudah menyediakan layanan ini maka dapat dibayangkan bagaimana bangunan atau gedung perpustakaannya. Biasanya suasana dan keadaan di dalamnya sangat representatif dan nyaman sehingga kesan positif akan nampak. Sebuah perpustakaan yang maju akan menanggalkan kesan negatif yang telah melekat dalam anggapan masyarakat selama ini.

 Perpustakaan sebagai pusat sumber daya informasi

Di era perkembangan global seperti sekarang ini, perpustakaan dapat dilihat sebagai pusat sumber daya informasi. Artinya bahwa perpustakaan tidak hanya sebagai penyedia informasi bagi pemustaka, tetapi pemustaka yang mengakses informasi di perpustakaan diharapkan mampu menghasilkan informasi atau pengetahuan baru dari informasi atau pengetahuan baru yang didapatkannya dari perpustakaan. Bentuknya pengetahuan baru itu bisa saja berupa artikel, laporan penelitian, makalah atau mungkin dalam bentuk buku yang kesemuanya itu dapat diakses informasinya oleh orang lain.

Karena fungsi pusat sumber daya informasi ini, perpustakaan dapat menjadi pusat pembelajaran sepanjang hayat. Artinya perpustakaan menyediakan  informasi yang edukatif, mendidik, dan menambah wawasan serta pengetahuan bagi pembacanya, sekaligus tidak membatasi siapa dan berapa usia pemustaka yang akan memanfaatkan informasi di perpustakaan.

Untuk membuat nyaman pemustakanya pun perpustakaan perlahan mulai “berhias”, mempercantik diri sehingga pengunjung merasa nyaman di dalamnya., didukung dengan disediakannya bahan bacaan yang ringan, menghibur, dan menyenangkan.  Karenanya perpustakaan juga memiliki fungsi rekreasi.

Berbagai karya dari pemikiran para ahli dan cendikia, disajikan sebagai informasi yang inspiratif dan layak akses, dan mampu membangkitkan serta mengembangkan pemikiran para pembacanya.  Sehingga dengannya mempengaruhi pula perkembangan peradaban.  Pemikiran yang terimplentasi inilah yang disebut dengan budaya, maka tidak keliru jika perpustakaan dikatakan memiliki fungsi budaya.

Intinya, perpustakaan bukanlah hanya sekedar kata, bukan pula sekedar istilah tanpa makna.  Tapi justru di sana tersimpan “harta” yang tidak habis dimakan masa, dan tak berkurang meski dimanfaatkan penggunanya. Dengan demikian masihkah ada keraguan mencitrakan perpustakaan?