Phil. Sahiron : Benarkah Khilafah Islamiyah ada Dalam Al-qur’an dan Hadis?

SALATIGA- -Pemerintahan yang dijalankan oleh umat Islam berdasarkan pada syari’ah Islam secara transnasional. Hal tersebut menurut Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin versi salah satu organisasi Islam di Indonesia.

Phil. Sahiron Syamsuddin juga  menjelaskan pernyataan salah satu organisasi itu dipertegas dengan beberapa kriteria khilafah islamiyah. “Pertama penekanan pada ‘simbol’ keislaman, bukan substansi. Kedua pimpinan tertinggi bersifat eksklusif, harus laki-laki muslim. Ketiga syari’at Islam dipahami secara literalis/tekstualis dan kaku. Dan terakhir kepemimpinan bersifat borderless atau transnasional,” ujarnya.

Hal itu disampaikan Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin dalam Seminar Nasional dengan tema “Ide dan Gerakan Penegakan Khilafah dalam Dunia Islam Kontemporer” yang diselenggarakan oleh Fakultas Syariah dan Majelis Ulama Indonesia Kota Salatiga di Auditorium Kampus 1, Rabu (20/12).

Adakah dalil Al-Qur’an dan Hadis yang mewajibkan pendirian Khilafah Islamiyah? Menurut Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, bahwa tidak ada ayat Al-Quran atau hadis yang mewajibkan pendirian Khilafah Islamiyah. “Tak ada ayat atau hadis yang menjelaskan secara eksplisit tentang pemimpin itu harus seorang Muslim,” kata dosen tafsir Al-Quran Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. 

Lebih lanjut Phil. Sahiron, nerangkan bahwa Al-Qur’an dan Hadis hanya sebatas dalam sebuah komunitas harus ada kepemimpinan dan pemimpin dalam rangka menciptakan kemaslahatan masyarakat dan menghindari mafsadat. Kemudian Al-Qur’an dan Hadis pun tidak menjelaskan bentuk pemerintahan, tetapi menyerahkan hal ini kepada manusia: monarkhi, republik atau lainnya.

“Al-Qur’an dan Hadis hanya memerintahkan bahwa kepemimpinan dan pemerintahan harus megakkan keadilan, amanah dan kesejahteraan masyarakat,” tegas pakar Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Larangan Mengangkat Pemimpin Non-muslim? Dalam Q. S. Al-Ma’idah: 51 sering dijadikan dasar oleh kelompok tertentu dan terdapat masalah dalam pemahaman dan penafsiran. Untuk memahami Q. S. Al-Ma’idah: 51 secara kontekstualis terdapat tiga analisa, yakni (1) Analisa linguistik; (2) Analisa  konteks historis; dan (3) Maqshad al-Ayat. “Berdasarkan hasil penafsiran, maka ayat itu tidak berbicara tentang larangan memilih pemimpin non-Muslim,” terang Phil. Sahiron.

Dalam sambutan pembukaan seminar tersebut Dekan Fakultas Syariah Dr. Siti Zumrotun menyampaikan rasa terima kasih kepada pembicara yakni Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, M.A. (Wakil Rektor II UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) dan Drs. K. H. Muhammad Adnan, M.A. (Dosen Fisipol UNDIP Semarang). Akhir-akhir diketahui bersama bahwa gerakan radikan atau yang mengusung khilafah dan mengatakan NKRI bukan negara Islam bahkan menolak ideologi Pancasila, hal itu telah meresahkan bangsa Indonesia.  

“Dengan dasar itu, maka Fakultas Syariah merasa terpanggil mengadakan seminar nasional tersebut, karena dirasa penting dalam pemahaman pencegahan gerakan radikal dan khilafah islamiyah,” kata Dekan Fakultas Syariah.