Center for Wasathiyah Islam IAIN Salatiga Adakan Webinar Internasional

SALATIGA-Center for Wasathiyah Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga mengadakan International Webinar Series dengan tema Keberagamaan di Era Digital: Relasi Agamawan dan Peradaban pada Sabtu (24/10/2020). Kegiatan yang dilaksanakan secara virtual tersebut adalah seri pertama dari webinar internasional yang rencananya akan diadakan rutin hingga Januari 2021.

Rektor IAIN Salatiga, Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag. menyampaikan bahwa Center for Wasathiyah Islam IAIN Salatiga didirikan atas mandat dari Kementerian Agama untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam pemikiran dan upaya praktikal untuk membumikan ajaran Islam yang moderat. Dalam pemaparannya, Prof. Zakiyuddin mengatakan bahwa perkembangan digital akan memberi tantangan sekaligus peluang dalam moderasi beragama.

“Di era teknologi digital seperti sekarang, tantangan yang harus dihadapi di antaranya adalah kehidupan spiritual yang mulai menggantikan agama yang terlembagakan, keberagamaan digital menggantikan keberagamaan tradisional, dan otoritas digital yang menggantikan otoritas tradisional,” jelas Rektor IAIN Salatiga. Menurutnya, Wasathiyah Islam lah yang dapat menjawab tantangan tersebut.

Selanjutnya, Prof. Zakiyuddin juga menjelaskan tentang nilai inti dari Wasathiyah Islam, yaitu: Tawassut/berfungsi sebagai jalan tengah; I’tidal/melakukan sesuatu secara adil dan seimbang, sesuai ekuilibrium; Tasamuh/memiliki empati, simpati, dan toleransi; serta Syura/mengedepankan musyawarah. “Nilai inti selanjutnya adalah Qudwah/keteladanan yang diberikan oleh para pemimpin; Islah/bagaimana menjalankan resolusi konflik, dan yang terakhir adalah Muwatanah/kewarganegaraan dan nasionalisme,” pungkasnya.

Pembicara lain, Dr. Irwan Abdullah dari Uneversitas Gadjah Mada Yogyakarta mengatakan bahwa internet tidak sekadar ruang pengetahuan yang memberdayakan, tetapi juga menjadi ruang yang sarat dengan pertanyaan tentang keabsahan, “Internet telah mengubah wajah agama menjadi object matter, bukan hanya sekadar subject matter. Nilai-nilai agama menjadi tidak absolut tetapi cair dan bisa mengikuti perkembangan zaman.”

Dirinya menambahkan bahwa di era digital ada proses mediatisasi baru dalam agama, seperti penggunaan media massa dan media sosial untuk berdakwah dan menyebarkan nilai-nilai Islam. Selain itu, agama juga bisa kehilangan daya paksa karena delegitimasi yang diterima agama, dan misrepresentasi agama.

Hal tersebut sesuai dengan materi yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia, Dr. KH. Anwar Abbas, “Era digital jika tidak diterima dengan bijaksana dapat membuat manusia menjadi pribadi yang anti-sosial. Selain itu, era digital juga membawa perubahan dalam beragama dan berdakwah. Contohnya saja, di zaman sekarang, sanad yang digunakan pencari ilmu menjadi tidak jelas karena banyak yang mencari ilmu lewat media sosial. Hal ini menyebabkan loyalitas dan keterikatan pada ulama menipis.”

KH. Anwar Abbas mengatakan bahwa di tahun 2020 orang cenderung hanya belajar materi yang ia inginkan. Cara belajar seperti itu menurutnya tidak terstruktur.

Pemateri terakhir, Prof. Dr. Mohd Roslan Mohd Nor dari Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, Malaysia memandang perlunya keabsahan dan keshahihan bahan kajian keagamaan yang ada di internet, “Pesatnya perkembangan teknologi di era digital dan merebaknya pandemi Covid-19 mau tidak mau memaksa kita untuk terus mengandalkan internet. Maka dari itu, saya rasa perlu kita beri tanda keshahihan pada bahan kajian yang ada di internet.”

Prof. Mohd Roslan menilai umat harus pandai menggunakan dan memanfaatkan teknologi. “Tantangan yang dihasilkan perkembangan teknologi tentu ada dan tidak bisa dielakkan, maka dari itu penting bagi kita untuk bisa mengeksploitasinya secara positif,” pungkasnya.