SEMINAR INTERNASIONAL SERUMPUN


Fenomena kemerosotan moral remaja di Kawasan Asia Tenggara yaitu dengan adanya peningkatan pemberontakan remaja, masalah penyalahgunaan narkotika, remaja yang bersikap kasar dan tidak sopan, pergaulan bebas, mementingkan diri sendiri dan kurangnya tanggung jawab pada negara menjadi alasan mengapa perlu dilakukan pendidikan nilai dan moral pada remaja. Rabu, 11 Mei 2011 agenda Seminar Internasional Serumpun dengan tema Masa Depan dan Tantangan Pendidikan Moral di Asia Tenggara menghadirkan pemateri Prof. Dr. Wan Hasmah Binti Wan Mamat dari University of Malaya dan Muna Erawati, M. Psi dari STAIN Salatiga.

Menurut Prof. Dr. Wan Hasmah Binti Wan Mamat pendidikan moral sangat penting bagi anak-anak dan remaja sehingga perlu sebagai suatu mata pelajaran tersendiri. Beliau menggarisbawahi bahwa education is one aspect, is concerned with the development of mind through knowledge and the development of personal growth through worth-while activities (Kant, 1960; Peters, 1967; Dewey, 1964) and …an understanding of moral and social values is or should be the basis of educational aims (Haydon, 1997).

Hal tersebut didukung oleh Muna Erawati, M. Psi yang menyatakan bahwa transmisi nilai moral dapat berlangsung efektif apabila didukung oleh semua komponen sistem, yaitu keluarga dan sekolah. Keluarga dan sekolah menjadi dua agen pendidikan nilai moral yang harus bersinergi. Sekolah diharapkan dapat menjadi inisiator dan pengorganisir dari upaya kemitraan antar pemangku kepentingan.


Acara seminar internasional serumpun ini dihadiri oleh dosen STAIN se-Jawa Tengah, IAIN, dan STAIN Salatiga serta guru SD/MI, SMP/MTS, SLB, SMU/MAN, dan SMK di Salatiga. Dengan adanya seminar internasional serumpun dengan tema utama pendidikan moral, maka peserta yang terdiri dari dosen PTAIN di Jawa Tengah dan guru dari SD/MI sampai SMU/SMK/MAN di Salatiga dapat bersinergi untuk memiliki komitmen dalam memberikan pendidikan moral pada siswanya di institusi masing-masing. Pendidikan moral dapat disisipkan pada mata pelajaran yang ada, karena untuk di Indonesia mata pelajaran khusus pendidikan moral sudah dihapus dan digantikan oleh mata pelajaran yang lainnya seperti Pendidikan Kewarganegaraan. Hal tersebut seharusnya tidak menjadikan komitmen menjadi lemah, namun sebaliknya insitusi seperti sekolah dan PTAIN dapat memiliki kebijakan tersendiri berkaitan dengan aplikasi pendidikan moral di lingkungan masing-masing. (Hh)