A. Latar Belakang Masalah
Potret lokasi Salatiga, Magelang dan Semarang memperlihatkan eksistensi kampung-kampung muslim dan area-area non muslim. Sebut saja Kauman, adalah nama kampung-kampung dekat masjid tertentu di sebagian besar Jawa Tengah sebagai tempat tinggal orang-orang Islam yang melaksanakan agama secara sungguh-sungguh (Hurgronje (1988: 24) Adapun Pastoran adalah nama tempat di Jawa Tengah sebagai pusat kedudukan pastor sebagai pemimpin agama Kristen Katolik. Kauman dan Pastoran sebagai sebuah kampung mempunyai ciri khas yang membedakan dengan kampung-kampung lain.
Kedekatan lokasi kauman dan pastoran di Muntilan, misalnya yang tergolong unik secara morfologis, karena keduanya berdampingan langsung. Hal ini berbeda dengan kauman dan kampung “indo-Belanda” di Yogyakarta dan Surakarta yang sering menjadi rujukan kota di Jawa. Pasalnya, kampung kauman di Yogyakarta berjauhan jarak dengan kampung “indo-Belanda”. Kampung “indo-Belanda” berada di Loji Kecil dan Kota Baru. Begitu pula perkampungan “Indo-Belanda” di Surakarta berjauhan jarak dengan kauman, sebab kampung ini berada di daerah Babarsari. Kauman dan Pastoran di Muntilan juga berbeda secara morfologis dengan kota-kota pantai, seperti Semarang, Kendal, Tegal, dan Jepara yang tidak memiliki kraton (Daldjoeni, 1998: 19-20).
Di wilayah Magelang, khususnya Muntilan merupakan tonggak kekuatan historis bagi perkembangan Kristen-Katolik pribumi. Vriens ( 1972: 207-209) mencatat Muntilan sebagai tempat Kweeschool pertama di Indonesia (1904) untuk guru-guru asli Indonesia. F.v. Lith, S.J. (1863-1926) sebagai misionaris paling terkenal di antara bangsa Jawa akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 memilih Muntilan sebagai tempat karya misinya. Bagi umat Islam, terutama kalangan tarekat, Muntilan juga mempunyai gaung spesifik, karena kedudukan para ulamanya.
Salatiga, sebagai sebuah kota kecil sarat dengan kaum pendatang yang kemudian membentuk kelompok, berkembang umat di Wilayah Salib Putih, sementara kaum Muslim berdiam di Kauman juga senada sebagaimana terjadi pada kasus daerah Muntilan sebagaimana tersebut di atas. Menyimak posisi Kauman dan Pasturan secara morfologis tersebut, maka ada beberapa pertanyaan historis, antropologis, sosiologis, dan politis yang layak diteliti secara serius. Pertanyaan-pertanyaan yang terumuskan dalam pokok masalah proposal ini berkait kelindan dengan beberapa kondisi aktual berikut ini. Pertama, dialog antaragama sedang terus mencari bentuk yang tepat untuk kasus-kasus Indonesia. Adat masyarakat seperti Pela Gangong di Ambon dan Maluku Tengah ternyata telah mengalami degradasi fungsional (Sihbudi, et.al, 2001). Konflik antarkampung berdampingan yang berbeda agama pun terjadi dan menorehkan sejarah pahit di Indonesia. (Triyono, 2001). Negara tentu berkehendak agar terhindar dari konflik-konflik seperti itu, sehingga memerlukan masukan dini secara akademis. Kedua, Sinyal Huntington tentang the Clash of Civilization awal tahun 1990-an (Tamara dan Taher, 1995: 3-34) memang tidak benar secara menyeluruh, tetapi Nurcholish Madjid (1995: 42) berpendapat agar bangsa Indonesia tetap memperhatikannya secara serius. Hal ini didasarkan atas kondisi empirik Indoensia yang plural agama. Ketiga, Arus pluralisme di tengah umat manusia adalah tantangan serius bagi agama-agama dunia (Coward, 1994: 5). Agama-agama subyek pluralisme itu ada dan berkembang di Indonesia. Di antaranya disebut Komarudin Hidayat (1995: 125) adalah Yahudi, Nasrani, Islam, dan Hindu-Budha.
Atas dasar pertimbangan teoretik dan empirik tersebut di atas, maka penelitiAN model kerukunan antar umat beragama di wilayah Salatiga, Magelang dan Semarang perlu dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar diharapkan temuan penelitian dapat sebagai “sample” yang layak diteliti sebagai pijakan untuk mengembangkan model yang lebih tepat di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan fokus penelitian di komunitas nelayan, industri, dan petani, maka ada beberapa pertanyaan mendasar yang akan dicari jawabnya.
- Seperti apakah kultur dominan kelompok-kelompok agama di Salatiga, Magelang dan Semarang?
- Kontak sosial apasajakah yang dikembangkan dalam menjalin kerukunan antaragama di Salatiga, Magelang dan Semarang?
- Problem sosial apakah yang sering muncul dalam kontak sosial antarpemeluk agama di Salatiga, Magelang dan Semarang?
- Model dialog keagamaan bagaimanakah yang relevan dikembangkan oleh pemeluk agama di Salatiga, Magelang dan Semarang?
C. Tujuan Penelitian
- Menemukan model kultur dominan kelompok-kelompok agama di Salatiga, Magelang dan Semarang.
- Menemukan model kontak sosial yang dikembangkan dalam mejalin kerukunan antaragama di Salatiga, Magelang dan Semarang.
- Menemukan jenis problem sosial yang sering muncul dalam kontak sosial antarpemeluk agama di Salatiga, Magelang dan Semarang.
- Menemukan model dialog keagamaan yang relevan dikembangkan oleh pemeluk agama di Salatiga, Magelang dan Semarang.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi teoretik dalam wacana tentang relasi sosial keagamaan. Adapun secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi kepada pemerintah dalam mengelola iklim pluralitas secara tepat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pula kepada masyarakat dalam melakukan dialog keagamaan antarmereka.
E. Metodologi
1. Penentuan Subyek Penelitian
Penelitian ini adalah mengkaji dialog agama antara antara warga kampung Kauman dan Pastoran. Oleh karena itu, data dan informasi akan digali dari para warga kampung Kauman dan Pastoran. Penentuan subyek penelitian ini dilakukan secara purpossive dan dikembangkan melalui teknik snow ball. Penentuan subyek dilakukan secara purpossive kepada para tokoh agama, tokoh masyarakat, dan warga masyarakat yang dipandang mampu menjawab berbagai pertanyaan. Personal-personal tersebut yang selanjutnya ditetapkan sebagai informan kunci. Teknik snow ball diterapkan untuk mencari informan lain yang dirujuk dari para key informan. Teknik ini dipakai dengan maksud agar data dan informasi penelitian dikumpulkan dapat mendalam dan komphrehensif.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Salatiga, Magelang dan Semarang Jawaq Tengah. Waktu Penlitian sampai dengan akhir Desember 2011.
3. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti akan menggunakan 3 (tiga) teknik pengumpulan data sebagaimana lazim digunakan dalam penelitian kualitiatif, yakni:
1. Wawancara mendalam (in-depth interview).
Wawancara ini dilakukan dalam bentuk unstructured dan terbuka tetapi tetap terfokus pada masalah yang menjadi topik pembicaraan. Oleh karena itu, teknik pengumpulan data ini tidak membutuhkan instrumen yang berupa sekumpulan pertanyaan yang lengkap dengan redaksi kalimatnya. Hasil dari in-depth interview ini akan berupa interview transcript yang merupakan data mentah yang akan dianalisis.
2. Observasi partisipasi (Participant Observation).
Teknik obeservasi ini mengharuskan peneliti terlibat langsung dengan subjek/objek yang diamati. Dalam hal ini, peneliti akan mengamati berbagai aktifitas keagamaan dan sosial dari masjid dan gereja yang berdekatan lokasi. Hasil dari kegiatan observasi ini akan dituliskan dalam bentuk field notes, yangselanjutnya akan dianalisis.
3. Studi dokumentasi.
Teknik ini digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi. Adapun dokumen-dokumen yang akan dipelajari adalah segala sumber tertulis yang memuat informasi tentang objek penelitian Dilihat dari tahapan-tahapan yang akan dilalui dalam pengumpulan data dapat diuraikan dalam 4 (empat) tahapan, yakni:
1) Tahap Orientasi.
Dalam tahap ini peneliti melakukan survey awal dan studi pendahuluan guna menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan, mengurus perizinan, membangun kerjasasama dan saling percaya dengan semua sumber data (subjek penelitian) dan lain-lain.
2) Tahap Eksplorasi.
Setelah terbina hubungan yang baik antara peneliti dengan subjek penelitian, maka tahap selanjutnya adalah tahap eksplorasi data. Dalam tahap ini peneliti akan menentukan sumber data yang bisa dipercaya; menggalai data dan informasi yang diperlukan; dan mendokumentasikan data dan informasi ke dalam bentuk field notes, maupun interview transcript.
3) Tahap Member Check.
Tahap ini sebenarnya merupakan tahap pengujian atas kebenaran data yang telah diperoleh pada tahap eksplorasi. Caranya dengan meminta tanggapan subjek penelitian untuk mengecek kebenaran data yang telah diperoleh serta dengan cara mengkoreksi atau melengkapi data yang belum sesuai tau kurang lengkap.
4) Tahap Trianggulasi.
Yakni kegiatan pengecekan terhadap kebenaran data yang telah diperoleh melalui cara atau instrumen yang berbeda. Langkah ini digunakan sebagai pengujian atas kebenaran data atau sebagai pembanding atas data yang telah diperoleh. Misalnya, membandingkan hasil wawancara mengenai beberapa hal yang sama terhadap dua orang subjek atau lebih; membandingkan data yang sama yang diperoleh melalui wawancara dengan yang diperoleh melalui observasi maupun studi dokumentasi.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan yang berkaitan dengan data yang meliputi pengorganisasian data, pengklasifikasian data, mensintesakannya, mencari pola-pola hubungan, menemukan apa yang dianggap penting dan apa yang telah dipelajari serta pengambilan keputusan yang akan disampaikan kepada orang lain. Analisis data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data maupun sesudahnya.
Sesuai dengan obyek studi yang sarat dengan fenomena keagamaan, maka penelitian ini menerapkan sistesis pendekatan sejarah, antopologi, dan sosiologi. Pendekatan sejarah digunakan sebagai sarana untuk menemukan proses terjadinya perkembangan kelompok agamawan. Hal yang akan dijelaskan dalam proses itu adalah awal kejadian dan faktor-faktor yang ikut berperan di dalamnya. Pendekatan antropologi digunakan untuk menjelaskan pola interaksi antarumat beragama dalam kegiatan sosial keagamaan sesuai tatanan nilai yang dianut masing-masing. Adapun Pendekatan sosiologi digunakan untuk menjelaskan posisi dan peranan subyek-subyek yang terlibat dalam proses terbentuknya kelompok umat beragama yang berdekatan lokasi dan pola dialog agama yang terbentuk antara mereka. Misalnya, peran tokoh-tokoh agama, tokoh politik, penyandang dana, dan pemerintah.