Pascasarjana Selenggarakan ICONIS 2018

SALATIGA-Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga selenggarakan International Conference on Islam and Muslim Societies (ICONIS) mulai 1-2 Agustus bertempat di Ballroom Merapi Hotel Laras Asri Salatiga. Peserta ICONIS tersebut berasal dari berbagai perguruan tinggi negeri/swata di Indonesia maupun perwakilan dari luar negeri.

Prof. Dr. Zakiyudin Badawi, M.Ag., Direktur Pascasarjana IAIN Salatiga dalam sambutannya sekaligus membuka kegiatan tersebut mengatakan ICONIS pertama ini diselenggarakan sebagai wujud khidmat Program Pascasarjana IAIN Salatiga untuk mewujudkan visi sebagai salah satu “Pusat Rujukan Studi Islam” di Jawa Tengah dan Indonesia. “Kami terus bekerja keras sesuai road map untuk meraih milestones visi tersebut,” kata Pro. Zaki, Rabu(01/08).

Atas berkat rahmat Allah dan bekerja secara sistematis jurnal ini telah terindeks Scopus sejak 13 Agustus 2017, dan terindeks Scimago Journal Ranking (SJR) pada 9  bulan berikutnya, tepat Juni 2018. Tema konferensi ini adalah “Being Muslim in a Disrupted Millenial Age”.

Konferensi ini dimotivasi oleh suatu kenyataan tantangan nyata generasi dan era millenial. Ditengarai bahwa 2020-2030, Indonesia akan merasakan bonus demografi. Tentu saja, bonus demografi berdampak pada meningkatnya jumlah generasi muda, atau secara lebih khusus, generasi milenilal. Dengan potensi yang demikian besar, kaum muda Muslim Indonesia diberikan pilihan: Membiarkan narasi kebencian itu memperluas ruang geraknya, atau menghadirkan narasi tandingan, melalui viralisasi kebajikan ala generasi milenial.

“Kami berharap pada tahun-tahun mendatang konferensi ini dapat diakses dan diikuti oleh lebih banyak sarjana dari mancanegara sehingga memiliki resonansi yang kuat atas isu-isu yang didiskusikan,” terang Direktur Pascasarjana.

Sementara itu, Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, M.A. dalam paparannya menjadi keynote speker yang dipandu oleh Noor Maliha, M.Hum., Ph.D. mengatakan dengan adanya revolusi industri ke 4, di era milenial ini ada banyak tantangan. Hal yang harus dilakukan oleh generasi milenial adalah bagaimana mengubah tantangan tersebut menjadi sebuah peluang.

Prof. Din juga menyampaikan, sebagai seorang muslim (umat beragama), maka di era disrupsi ini, agama haruslah bisa menjadi alat untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Salah satunya adalah dengan adanya dialog antar agama yang mana tujuannya bukan untuk menyamakan keyakinan, namun untuk menghasilkan ethical values antar umat beragama.

“Untuk itu perlu adanya komunikasi dengan gerak spiral vertikal. Perlu adanya kolaborasi dan kerjasama antar peradaban, antar masyarakat, antar agama, atau bahkan antar non believers, antar intelektual atau siapapun. Intinya harus ada koalisi besar atau grand coalition dengan seluruh umat di Indonesia ini khususnya dan di seluruh dunia pada umumnya,” terang beliau. (zid/hms)