Muhyiddin Junaidi: Sampaikan Ajaran dengan Simpatik, Jangan Memaksa

SALATIGA-KH. Muhyiddin Junaidi, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia menghimbau agar para agamawan/ulama menyampaikan ajaran Islam dengan simpatik dan tidak melakukan pemaksaan. Hal tersebut disampaikan dalam kegiatan Seri ketiga Webinar Internasional mengenai Keberagaman di Era Digital: Relasi Agamawan dan Peradaban yang diselenggarakan oleh Center for Wasathiyah Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga pada Sabtu (12/12/2020).

“Seorang ulama/agamawan hendaknya jangan mudah berpuas diri. Perluas pengetahuan dengan terus membaca. Apalagi di tengah perkembangan teknologi seperti saat ini, banyak sumber yang dapat diakses kapan dan di mana saja. Selain itu ulama juga harus open-minded, artinya jangan sampai jadi ulama yang anti-kritik. Tawadhu adalah kunci agar pengetahuan kita bertambah dan pemikiran kita menjadi terbuka,” urainya. Menurut KH. Muhyiddin, pola pikir/mindset seseorang dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu pendidikan, pengalaman, dan lingkungan. Maka dari itu ketiga hal tersebut harus selalu dikembangkan.

Lebih lanjut, Wakil Ketua MUI Pusat itu menilai bahwa reformasi diperlukan agar umat bisa mempelajari agama sesuai dengan perkembangan zaman. “Tantangan yang disebabkan perkembangan iptek sudah seharusnya dijawab, karena tantangan diperlukan para agamawan agar terus dapat berkreasi dan berinovasi serta memberi manfaat kepada umat. Selain itu kuasai ilmu pengetahuan secara holistik agar nilai-nilai Islam yang komprehensif dan bisa memberi solusi atas permasalahan umat dapat tersebar luas,” jelas KH. Muhyiddin.

Dirinya merasa bahwa investasi dalam bidang ilmu pengetahuan adalah salah satu langkah penting dan tepat yang dapat diambil untuk generasi yang akan datang.

Pada kesempatan tersebut, narasumber lainnya, Ribut Nur Huda dari PCINU Sudan mengatakan bahwa Islam adalah kekuatan spiritual intelektual emosional material peradaban. “Segmentasi agamawan hendaknya ke berbagai sektor, tidak hanya pada sektor pendidikan tetapi juga pada prinsip ekonomi dan hukum peradilan yang dilandasi prinsip moderasi beragama,” ujarnya.

Ribut Nur menambahkan bahwa agamawan adalah pihak yang memberdayakan masyarakat untuk memajukan peradaban, bukan memperdaya masyarakat dengan membuat candu romantisme sejarah, “Lebih jauh, agamawan perlu terjun ke media digital mengingat kekuatan demokratis dari media digital sering digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Pemaparan lainnya diberikan oleh Dosen Pascasarjana IAIN Salatiga, Dr. Miftahudin, M.Ag. Dalam pemaparannya dijelaskan bahwa diskusi mengenai wasathiyah Islam penting dilakukan secara rutin guna menghadirkan kembali wajah Islam yang damai, “Dialog intens lintas tipe keberagaman muslim perlu dibangun untuk mendorong kesepahaman substansi ajaran Islam.”

Selanjutnya Dr. Miftahudin mengatakan bahwa agamawan dapat menghadirkan diri menjadi sosok panutan moral dan spiritual bagi umat dalam mengimplementasikan pandangan keagamaan moderat. “Saat ini banyak wacana atas isu-isu keagamaan ekstrem yang berkembang di masyarakat. Tugas para ulama adalah melakukan counter atas wacana-wacana itu,” pungkasnya.

Selain ketiga narasumber tersebut, hadir pula Ketua PCIM Maroko, Ziyah Al-Ghifari. Pada kegiatan webinar itu, dirinya menjelaskan tentang keberagaman di era digital dalam konteks Maroko. “Maroko adalah negara Arab yang tidak kaku. Pemikirannya modern tetapi tetap berlandaskan ajaran Islam. Untuk menghentikan ekstremisme dan radikalisme dalam keagamaan, Maroko menggunakan pendekatan Maqosid Syariah. Dengan ini, visi moderasi Islam di Maroko dapat tercapai,” katanya.

Dalam sambutan yang diberikan oleh Ketua LP2M IAIN Salatiga, Irfan Hilmy, Lc., M.A. dijelaskan bahwa Seri Webinar Internasional tersebut adalah program yang diadakan oleh Center for Wasathiyah Islam IAIN Salatiga sebagai pusat kajian untuk menyosialisasikan nilai-nilai moderasi beragama untuk umat Muslim. “Mudah-mudahan hingga seri terakhir di bulan Januari 2021 nanti, webinar ini dapat bermanfaat dan dapat membantu penyebaran nilai-nilai moderasi Islam,” harapnya.