Rektor IAIN Salatiga: Perguruan Tinggi Harus Jadi Pelopor dalam Isu Gender

SALATIGA-Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga, Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy menilai perguruan tinggi harus bisa menjadi pelopor dalam kesadaran terhadap isu gender. Hal tersebut disampaikan dalam webinar Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan yang digelar oleh Pusat Studi Gender dan Anak Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IAIN Salatiga pada Selasa (24/8/2021).

Menurutnya, perguruan tinggi diwajibkan untuk menajamkan kesadaran gender, “Kami sangat menyambut baik upaya Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak RI yang bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk meningkatkan kesadaran gender di lingkungan pendidikan.” Prof. Zakiyuddin menilai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual penting untuk dilakukan melihat kekerasan seksual adalah bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi dan kurang dari 20% pelaku kekerasan seksual yang dihukum akibat perbuatannya.

Dirinya menjelaskan bahwa kontribusi perguruan tinggi terhadap pencegahan dan penanganan kekerasan seksual harus selalu berjalan, “Kampus harus proaktif terhadap isu-isu gender, dan harus bisa menjadi juru bicara serta bisa mengadvokasi kasus-kasus kekerasan seksual. Selain itu, pendidikan juga wajib responsif gender; maksudnya harus memberi kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk mengakses pendidikan. Kampus harus mengusahakan agar materi sadar gender bisa sampai kepada mahasiswa.”

“Sejatinya, webinar ini dan upaya lain yang dilakukan untuk membentuk linkungan sadar gender adalah implementasi dari visi UIN Salatiga yang sekarang sedang dalam proses perwujudan. Setara dan berkeadilan adalah prinsip dari wasathiyah yang kami junjung,” pungkasnya.

Pada kesempatan tersebut, hadir pula Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPA RI, Ratna Susianawati, S.H., M.H. sebagai pemateri. Ratna menjelaskan bahwa untuk memerangi kekerasan seksual diperlukan regulasi yang jelas dan kerja sama yang kuat. “Strategi untuk menurunkan angka kekerasan seksual yang bisa kita lakukan adalah dengan memprioritaskan aksi pencegahan, memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan, serta mereformasi manajemen kasus.

Sedangkan pemateri kedua, Dr. Marzuki Wahid, M.A. dari Fahmina Institut menyampaikan bahwa Indonesia telah memasuki situasi darurat kekerasan seksual, “Indonesia sudah darurat kekerasan seksual, maka dibutuhkan pencegahan sejak dini. Negara wajib menutup jalan terjadinya kekerasan seksual, karena apa yang diakibatkan oleh kekerasan seksual tidak dapat dihapus oleh perangkat UU yang ada dan akan menghancurkan masa depan sang korban.”

Pemateri terakhir, Prof. Alimatul Qibtiyah, M.Si., M.A., Ph.D., dari Komnas Perempuan menambahkan bahwa untuk mengatasi kekerasan seksual kampus harus memiliki aturan sistemik terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. “Lebih lanjut, kampus harus bisa melakukan pemulihan terhadap korban, menindak pelaku, menciptakan budaya anti-kekerasan, bekerja sama dengan lembaga terkait, serta melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual,” katanya.

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga IAIN Salatiga, Prof. Saerozi, M.Ag. menilai adanya webinar yang diikuti oleh berbagai kalangan akademis dari Salatiga dan sekitarnya itu adalah bentuk dorongan untuk menyongsong alih bentuk IAIN Salatiga menjadi UIN Salatiga. “Semoga dengan adanya webinar ini, peserta mendapat manfaat,” harapnya.

Kepala PSGA IAIN Salatiga, Dr. Muna Erawati, S.Psi., M.Si., menambahkan bahwa webinar itu digelar sebagai penguatan komitmen IAIN Salatiga untuk menegakkan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, “Saya harap kegiatan ini bisa menjadi pendorong untuk menyukseskan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di IAIN Salatiga.”