Peringati Hari Anak, PSGA UIN Salatiga Adakan Semnas Perlindungan Anak

Pusat Studi Gender Universitas Islam Negeri Salatiga mengadakan Seminar Nasional dengan tema Perlindungan Anak dari Kekerasan Seksual. Kegiatan yang diadakan dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional itu dilaksanakan secara daring dan luring pada Rabu (3/8). Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat UIN Salatiga, Prof. Irfan Helmy, Lc., dalam pembukaannya mengatakan bahwa UIN Salatiga siap bermitra dan berkolaborasi dengan pihak-pihak terkait untuk meningkatkan pemahaman mengenai kesetaraan gender dan perlindungan anak.

“Semoga seminar nasional yang diisi oleh Rektor IAIN Ponorogo, Dr. Hj. Evi Muafiah, M.Ag., dan Direktur Eksekutif Yayasan Pulih, Yosefin Dian, S.Psi., M.Si. ini dapat memberi manfaat. Saya berharap ilmu yang disampaikan para pemateri dapat diterima dengan baik,” lanjutnya.

Kepala PSGA UIN Salatiga, Dr. Muna Erawati, M.Si. menegaskan bahwa bahwa kegiatan itu bertujuan untuk mengajak masyarakat agar bisa melindungi anak-anak dari kejahatan seksual.

Pada kesempatan itu, Dr. Evi Muafiah, M.Ag yang menjadi narasumber pertama menyampaikan, salah satu prinsip yang harus dipegang adalah anak tidak pernah salah, “Saya meyakini bahwa menjadi orang tua artinya adalah harus bisa mengalah dan tidak egois. Jika kita menyaksikan ada yang salah dengan anak, jangan langsung marah. Cari tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan cobalah untuk melihat dari perspektif anak.”

Dr. Evi juga menambahkan bahwa kekerasan dalam bentuk apapun tidak dibenarkan untuk dilakukan, “Kekerasan baik verbal maupun aksi tidak seharusnya terjadi, apalagi pada anak-anak. Yang perlu diingat adalah anak selalu meniru apa yang kita kerjakan, jadi jika kita ingin anak kita berkelakuan baik, kita juga harus mencontohkan mereka untuk melakukan hal-hal yang baik.”

Sedangkan Direktur Eksekutif Yayasan Pulih, Yosefin Dian, M.Si., mengatakan, masyarakat sering menghakimi dan memberi label buruk pada korban kekerasan seksual, padahal anak sebagai korban kekerasan seksual sebenarnya tidak bisa menolak kejahatan yang dilakukan pelaku kepadanya. “Korban kekerasan seksual biasanya mengira dirinya adalah penyebab, sehingga mereka seringkali merasa takut untuk bercerita karena menganggap orang tua akan marah dan sedih jika mengetahui sang anak telah menjadi korban kekerasan seksual,” jelasnya.

Yosefin menilai pendidikan seks harus dilakukan sejak usia dini, “Mulai dari hal kecil dan sederhana seperti mengajari anak mengenai nama yang tepat untuk organ seksnya. Saat anak bertanya, jawab dengan lugas, terbuka, dan jujur. Hal itu akan memudahkan diskusi selanjutnya saat mereka beranjak lebih besar.”

Dirinya juga menekankan pentingnya mengajari anak untuk kritis dan tidak pasrah menerima. “Sejak kecil anak harus diajari untuk mengabil keputusan agar kelak mereka bisa kritis dan bisa menata hidupnya secara mandiri. Saya yakin setiap anak berhak tumbuh, hidup, dan berkembang, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” pungkasnya.

Selain seminar nasional, pada kesempatan tersebut juga diadakan penandatanganan Nota Kerja Sama antara UIN Salatiga, DWP Kota Salatiga, DWP Kemenag, dan DP3APPKB, serta Yayasan Pulih dalam rangka mengurangi tingkat kekerasan seksual di masyarakat.