PERPUSTAKAAN ITU BIASA, TAPI LUAR BIASA

Oleh: Ifonilla Yenianti

Perlahan namun pasti, perpustakaan kian menggeliat memposisikan diri sebagai institusi yang menjadi pilihan dalam rangka pengembangan keilmuan dan keberadaban.   Betapa tidak, dari yang semula konvensional, serba manual dan mengandalkan tenaga manusia semata, kini seolah-olah telah merubah wajah menjadi serba otomasi, manusia hanya sebagai operator, dan komputer menjadi teknologi terpilih yang dapat membantu kerja manusia.

 

Maka tak pantas lagi jika perpustakaan hanya disebut sebagai gudangnya buku dan titipan tas dan sepatu karena kebetulan yang dipandang adalah perpustakaan yang menerapkan aturan melepaskan alas kaki dan dilarang membawa tas jika masuk ke ruangan perpustakaan,.

 

Isu terkini

Sejalan dengan perkembangannya, perpustakaan tetap tidak meninggalkan karakter utamanya, yakni penyedia dan penyaji informasi bagi pemustakanya. Menurut Wiji Suwarno (2011), Perpustakaan kini mengarah pada common learning,  dimana pemustaka yang berkunjung ke perpustakaan dimanjakan dengan berbagai fasilitas yang menunjang pada penciptaan motivasi untuk membaca dan menggali informasi yang ada di perpustakaan.  Jika dulu di perpustakaan di larang  membawa makanan, justru kini perpustakaan menyediakan cafe atau outlet makanan yang dapat diakses menunya guna menemani pemustaka surfing  informasi.  Jika dulu di perpustakaan harus hening, maka kini di perpustakaan justru menyediakan audio, untuk memutar musik atau lagu-lagu sebagai teman mengusir kejenuhan di perpustakaan.  Jika dulu perpustakaan hanya menyediakan buku, kini di sejumlah perpustakaan juga sudah menyediakan audio visual, internet, dan atau multimedia yang dapat digunakan sebagai alternatif penelusuran informasi baik cetak atau non cetak, atau memutar film-film dokumenter.  Jika dulu di perpustakaan tidak boleh gaduh, maka kini pemustaka di sediakan ruangan untuk gaduh dalam arti berdiskusi, dan bahkan bernyanyi, berkaraoke sebagai pendukung eksplorasi bakat dan kebebasan beraktualisasi. Atau jika dahulu berkunjung ke perpustakaan harus melepas jaket dan dilarang membawa tas atau map, maka sejalan berkembangnya teknologi cctv, security gate, pemustaka tidak lagi dibebani dengan keharusan menanggalkan jaket dan tasnya.

Hal lain tentang perpustakaan adalah bahwa saat ini pengembangan teknologi informasi telah memungkinkan penyimpanan dan pendayagunaan informasi dan pengetahuan (knowledge) yang lebih menarik, interaktif, dan mudah dipahami melalui visualisasi multimedia yang meliputi teks, citra, suara, video, dan animasi/film. Penyajian item pustaka dalam bentuk multimedia ini telah mengubah paradigma belajar dari hanya melihat dan membaca menjadi paradigma belajar  dengan membaca, melihat, mendengar, mengamati, dan mengerjakan (learning by seeing, reading,  hearing, observing, and doing ).  Lebih menjanjikan lagi bahwa perkembangan teknologi web (jaringan Internet, ekstranet, dan Intranet), maka dokumen multimedia tersebut dapat diletakkan pada beberapa situs di web sehingga dapat digunakan oleh komunitas yang lebih luas dan tidak dibatasi dengan lokasi geografis.  Di sinilah lahirnya layanan pustaka lintas dunia, dimana item pustaka serta layanannya dapat diakses oleh semua pengguna dimana saja mereka berada.

 

Biasa tapi luar biasa

Pelayanan perpustakaan diarahkan pada kepuasan pemustaka, yang berarti bahwa hal yang dilakukan oleh perpustakaan adalah berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pengguna (user oriented).   Tentu saja hal itu tidak terasa atau tidak dirasakan oleh pemustaka secara keseluruhan, karena memang masih sejumlah kecil pemustaka yang peduli akan perkembangan yang dilakukan perpustakaan.  Indikator terlupakannya (mungkin juga karena dianggap tidak penting) terkait dengan jasa perpustakaan adalah pada halaman ucapan terimakasih skripsi, ucapan terimakasih atau sekedar menyinggung keberperanan perpustakaan belum membudaya, dimana baik langsung atau tidak langsung perpustakaan telah sedikit banyak memberikan referensi atau informasi yang mendukung kegiatan perkuliahan dan lahirnya ilmuwan-ilmuwan yang menyandingkan gelar dengan namanya. ya tentu bukan prasasti pujiannya yang diharapkan perpustakaan, melainkan sekedar mengingatkan bahwa ada hal yang terlupa ketika jasa itu dianggap sebagai hal yang biasa tetapi justru menjadi salah satu faktor yang menghasilkan hal luar biasa.

Asumsi minor terhadap perpustakaan memang belum bisa dihilangkan dari benak masyarakat secara umum, mengingat masih mayoritas anggota masyakat yang belum memahami hakekat perpustakaan. Hal ini sesunggunya disadari oleh para pustakawan, dan menjadikannya ini sebagai tanggung jawab dan  tugas yang harus dilakukan.   adalah pemerintah dan instansi tempat perpustakaan bernaung yang perlu memberikan support pada perjuangan pustakawan agar perpustakaan ini  menempati posisi positif di benak masyarakat, dan kembali ke hakekatnya bahwa perkembangan peradaban berawal dari perpustakaan, terlepas perpustakaan sebagai institusi maupun perpustakaan kepemilikan pribadi.