Pelatihan Fasilitasi Berhenti Merokok

Dalam hidup keseharian di sekitar kita, nampaknya rokok telah ‘menghegemoni’ lingkungan. Lihat saja di tempat-tempat umum; terminal bis, stasiun kereta api, bandara, dan jalan raya, iklan rokok menggurita di mana-mana. Belum lagi di media cetak dan elektronik. Ini mengaskan bahwa merokok adalah budaya hidup yang dengannya tidak akan terjadi apa-apa.  Berbeda dengan orang-orang yang anti-rokok, yang jangankan menghisap atau menghirupnya, melihatnya saja sudah jijik.

Kelompok yang kedua ini yang biasanya merasa terhegemoni oleh keberadaannya. Asap yang lewat dengan seenaknya, dihembuskan oleh perokok tanpa permisi lebih dulu, bau pakaian yang jadi berubah (jw: sangit) karena asap rokok, polusi udara yang ditimbulkan, belum kerugian fisik karena dipaksa ikut menghirup asapnya dan sebagainya.

Paparan itu yang banyak disampaikan dalam Pelatihan Pengelola Fasilitasi Berhenti Merokok di Kampus yang dihelat di lantai 3 Aula utama Kampus 2 STAIN Salatiga, Kembang Arum, Senin, 19/3, yang lalu. Acara menghadirkan praktisi fasilitasi berhenti merokok dari Fakultas Kesehatan Undip Semarang. Dalam paparannya disebutkan bahwa karena rokok itu sudah membudaya di Indonesia, maka perlu treatment yang ekstra untuk bisa menghentikannya. Karena tentu saja ada pihak yang akan merasa dirugikan dengan program ini, yang tak lain adalah pelaku bisnis rokok itu sendiri.

Tantangan untuk itu tidaklah ringan mengingat godaan materi yang banyak ditawarkan oleh perusahaan rokok. Dalam hal ini Undip sendiri bisa menjadi contoh, ketika di FKM dilarang untuk meminta sponsorship ke perusahaan rokok, namun di fakultas sebelah justru dibangun fasilitas mahasiswa yang sangat lengkap.  Demikian diungkapkan Suyatno, M.Kes, Pudek 2 FKM Undip Semarang. (sg)