Mahasiswa Baru IAIN Salatiga Belajar Bareng Habib Ja’far dan Gus Romzi

SALATIGA-Ribuan mahasiswa baru Institut Agama Islam Negeri Salatiga belajar bersama Habib Husein Ja’far Al-Hadar dan Gus Romzi Ahmad secara daring pada PBAK hari kedua, Selasa (10/8). Pada kesempatan tersebut, Habib Ja’far menyampaikan pentingnya memperbanyak referensi tentang perbedaan untuk menumbuhkan sikap toleran. “Kita perlu berdiskusi dengan orang-orang yang memiliki pandangan berbeda supaya kita dapat melihat dan menikmati perbedaan tersebut. Yakinlah bahwa di tengah perbedaan kita tetap bisa bersama,” jelasnya.

Habib Ja’far juga meminta para mahasiswa untuk selalu optimis dalam memajukan Indonesia, ” Lihat masa depan Indonesia secara positif, jangan pesimis. Beberapa tahun yang akan datang, kita akan dapat bonus demografi. Selain itu, Indonesia juga memiliki modal kebudayaan yang beragam. Untuk memaksimalkan modal tersebut, kita harus melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan memakai komunikasi berbasis budaya. Intinya adalah bagaimana kita mengubah sudut pandang kita saat melihat Indonesia, lihatlah dengan kaca mata optimisme.”

Lebih lanjut, da’i yang dekat dengan kaum muda tersebut mengingatkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat beradaptasi dengan cepat. “Zaman berubah dengan cepat, agar tidak tergilas, kita perlu beradaptasi dengan baik. Seperti yang disampaikan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wassalam, Islam adalah agama yang relevan di setiap zaman dan tempat. Sebagai penganut agama Islam sudah seyogyanya kita juga harus dapat beradaptasi dengan perubahan. Mudahnya, beradaptasi di era digital ini adalah salah satu tantangan dan bentuk jihad,” ujarnya.

Selain Habib Ja’far, para peserta PBAK juga mendapat materi dari Asisten Staf Khusus Kepresidenan, Gus Romzi Ahmad. Gus Romzi memaparkan materi tentang hablum minnas (hubungan antar manusia) di antara pemuda. Menurutnya, selain harus shalih secara ritual, pemuda juga harus shalih secara sosial. “Setiap manusia memiliki tanggung jawab sosial. Dimensi keshalihan sosial itu banyak, mulai dari bersedekah hingga perbuatan kecil seperti menyingkirkan duri dari jalan. Secara singkat, interaksi sosial dapat mempengaruhi keimanan kita,” katanya.

Dirinya juga mengingatkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain, “Menjadi manusia yang bermanfaat maksudnya adalah menjadi pribadi yang bisa meningkatkan kualitas di suatu komunitas. Sebelum meningkatkan kualitas komunitas, kita harus meningkatkan kualitas pribadi dan tim. Karena sejatinya kesuksesan itu didapat dari peningkatan kecerdasan intrapersonal dan interpersonal.”

Selanjutnya, Gus Romzi menyampaikan pentingnya etika dalam budaya digital, “Dalam budaya digital manusia tidak hanya berhubungan dengan manusia lainnya tetapi juga dengan teknologi yang menjembatani komunikasi antar manusia. Kita harus bisa menyaring informasi sebelum membagikannya, dan bersikap sabar sebelum menyebar informasi. Hal itu adalah salah satu cara agar kita tidak kebanjiran informasi.”