Refleksi Historis, LP2M Ajak Professor Jerman Kunjungi Objek Bersejarah Di Kawasan Kota Semarang dan Kab Semarang

SEMARANG-Objek bersejarah merupakan tempat yang menyimpan nilai-nilai yang layak untuk diteliti. Objek-objek bersejarah bisa menjadi “buku yang terbuka” untuk memancing rasa ingin tahu dan kemampuan berpikir seseorang. Berdasarkan pertimbangan tersebut, LP2M mengajak Prof. Reinhard Aehnelt dari Jerman untuk mengunjungi beberapa objek bersejarah di Kawasan Semarang yaitu Museum Ambarawa atau Indonesian Railway Museum (IRM), Kelenteng Sam Poo Kong, Lawang Sewu dan Kawasan Kota Lama Semarang pada Rabu dan Kamis (21-22/9).

Tempat yang pertama kali dikunjungi adalah Museum Ambarawa. Museum Ambarawa menyimpan koleksi perkeretaapian dari masa Hindia Belanda hingga pra kemerdekaan RI yang meliputi sarana, prasarana dan perlengkapan administrasi. Selain memiliki daya tarik wisata, Museum Ambarawa memiliki latar belakang historis yang kuat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia yaitu Peristiwa Pertempuran Ambarawa. Pada awal pengoperasiannya, stasiun Ambarawa digunakan sebagai sarana pengangkutan komoditas ekspor dan transportasi militer di kawasan Jawa Tengah.

Stasiun Ambarawa dibangun oleh Nedherlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) yang diresmikan pada tanggal 21 Mei 1873 bersamaan pembukaan lintas Kedungjati-Ambarawa. Pembangunan tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi NISM guna mendapatkan ijin konsensi pembangunan jalur kereta api pertama Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta). Sari Famularsih selaku Kepala Pusat Penelitian dan Publikasi LP2M UIN Salatiga yang saat itu menjadi guide mengatakan bahwa Museum Ambarawa bisa dijadikan salah satu objek penelitian, “Objek bersejarah bisa mengungkapkan apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan dan dialami oleh manusia dalam dimensi waktu dan ruang berbeda,” ujarnya.

Selain Museum Ambarawa, Prof. Reinhard dan Tim LP2M UIN Salatiga juga mengunjungi Klenteng Sam Poo Kong yang merupakan bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama dari Laksamana Zheng He/Cheng Ho yang merupakan Laksamana Tiongkok yang beragama Islam. Meskipun sudah menjadi klenteng, di tempat tersebut masih terdapat tanda yang menunjukan bekas petilasan bercirikan Islam yaitu tulisan yang berbunyi “Marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Alquran”.

Lawang Sewu menjadi objek bersejarah selanjutnya yang dikunjungi oleh Prof. Reinhard. Bangunan itu dulunya adalah Kantor Pusat perusahaan kereta api swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Keunikan dari gedung bersejarah ini adalah jumlah pintunya yang banyak sehingga masyarakat menjuluki bangunan ini “Lawang Sewu” yang berarti seribu pintu. Selain desain bangunanya yang unik, Lawang Sewu memiliki ornamen kaca patri pabrikan Johannes Lourens Schouten. Kaca patri tersebut bercerita tentang kemakmuran dan keindahan Jawa, kekuasaan Belanda atas Semarang dan Batavia, kota maritim serta kejayaan kereta api.

Lokasi terakhir yang dikunjungi adalah Kota lama. Kota Lama merupakan sebuah kawasan cagar budaya. Gedung-gedung tua dan bersejarah peninggalan Hindia Belanda yang berusia ratusan tahun dapat disaksikan di kawasan tersebut. Pada masa penjajahan, kawasan Kota Lama merupakan pusat pemerintahan Belanda di Semarang. Oleh karena itu, arsitektur gedung-gedung di kawasan Kota Lama memiliki gaya khas Eropa, seperti pintu utama dan jendela berukuran besar, elemen dekoratif, dan langit-langit yang tinggi.

Prof. Reinhard mengatakan bahwa kunjungan ke kawasan-kawasan cagar budaya tersebut sangat memberikan kesan. Berdasarkan pengamatan yang ia lakukan, orang-orang Indonesia dapat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur. Hal itu terbukti dengan mempertahankan peninggalan-peninggalan sejarah yang mengandung makna kehidupan. Prof. Reinhard menyampaikan bahwa upaya pelestarian cagar budaya di Kota dan Kabupaten Semarang sudah bagus tetapi akan lebih menarik bila dikolaborasikan dengan sentuhan teknologi modern yang akan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat khususnya kaum milenial.

(lp2m)